Setangkup Tradisi Pernikahan Jawa dan Sunda di Menara Mandiri
Tasha dan Ara pertama kali bertemu lewat sosial media. Seiring waktu berlalu setelah mengenal lebih jauh keduanya baru menyadari pernah bersekolah di tempat yang sama. Bedanya pada angkatan dimana Ara adalah kakak kelasnya.
Rasa syukur Ara usai ijab kabul
Jalani prosesi kacar-kucur
Saat suap-suapan
Menit-menit lempar bunga yang selalu buat acara pernikahan seru
Tasha dan Ara disambut para penari sewaktu memasuki area resepsi
Berfoto bersama keluarga secara lengkap menjadi salah satu foto wajib
Sungkeman selalu menjadi momen penuh haru
Prosesi wijikan
Balangan gantal, saling melempar gulungan sirih
Ara ketika akan melangsungkan ijab kabul
Tasha dan Ara
Tasha dan Ara pertama kali bertemu lewat sosial media. Seiring waktu berlalu setelah mengenal lebih jauh keduanya baru menyadari pernah bersekolah di tempat yang sama. Bedanya pada angkatan dimana Ara adalah kakak kelasnya. Anehnya, percaya atau tidak selama sekolah keduanya tidak pernah kenal atau menyadari kehadiran masing-masing. Bahkan semakin lama mengenal keduanya pun baru mengetahui adik mereka masing-masing saling kenal dan sekolah di SMA yang sama satu angkatan.
Dari kesamaan tersebut semakin banyak memberi alasan keduanya untuk dekat hingga membuat yakin membawa hubungan tersebut pada komitmen serius. Mendapat persetujuan dan usai melangsungkan lamaran, Tasha dan Ara bergegas mempersiapkan pernikahan dengan mulai mencari gedung yang merujuk pada Menara Mandiri karena ibu dari Tasha sudah jatuh cinta dengan wedding organizer dan gedungnya. Tanpa banyak berpikir venue tersebut langsung dibooking pada bulan Maret 2018 untuk pernikahan pada 9 Desember 2018. Tanggal tersebut dipilih tanpa ada alasan tertentu selain karena pada tanggal tersebut kosong sedangkan Menara Mandiri kebetulan sudah fully booked sampai bulan November 2018. Kemudahan setelah memilih venue yang terikat pada vendor rekanan, Tasha dan Ara dapat lebih fokus memilih deretan vendor rekanan venue tersebut.
Mengusung budaya Jawa untuk akad, Tasha memilih Mbak Enny untuk merias paes dan sanggul Jawa. Mbak Enny juga cukup responsif dan cepat dalam merias saat akad, kebetulan Tasha ingin menggunakan busana Jawa untuk akad dan busana Sunda untuk resepsi jadi fokus tertuju pada waktu untuk bergerak cepat menghapus paes sehingga waktu untuk ganti riasan dan busana pun bisa tepat waktu. Untuk adat Sunda dibantu dengan Griya Seni Ekayana yang cukup terkenal dengan adat Sundanya. Untuk busana pengantin karena dipakai hanya sekali, Tasha yang mempunyai background design mencoba mendesign sendiri kebaya pengantin wanita bersama dengan penjahit langganan. Tasha dibantu dengan adik dan ibu sampai mencari kain, payet dan kancing swarovski sendiri ke berbagai toko di Jakarta dari Pasar Baru hingga Pasar Mayestik demi menekan budget dan tak lupa setiap minggu kami mengunjungi tukang jahit untuk memberi feedback dan mengontrol jahitan. Sepatu pengantin wanita pun buat sendiri di tempat jahit langganan. Namun untuk beskap pengantin pria, beskap keluarga inti dan kain keluarga dan kedua pengantin menggunakan Anggun Busana.
Pada hari pernikahan tiba, Tasha dan Ara merasa cukup puas dengan seluruh hasil kerja vendor. Hanya terdapat sedikit ganjalan pada salah satu vendor, namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi rasa bahagia yang tidak hilang sepanjang hari itu.