Kehangatan Cinta Fany & Chicha Dalam Balutan Adat Minang

RISYAF ABDURAHMAN & TIFANY MARISA PUTRINDA - 14 SEPTEMBER 2014
| 4002

Bertahun-tahun saling kenal dan sempat lost contact, akhirnya Fany dan Chicha dipertemukan kembali oleh media sosial (twitter). Bermula dengan saling tweet dan mention, keduanya terlibat percakapan yang kian lama membuat mereka kian akrab.

Bertahun-tahun saling kenal dan sempat lost contact, akhirnya Fany dan Chicha dipertemukan kembali oleh media sosial (twitter). Bermula dengan saling tweet dan mention, keduanya terlibat percakapan yang kian lama membuat mereka kian akrab. Entah kapan rasa itu mulai datang, hingga keduanya sadar bahwa hubungan yang mereka jalin telah melebihi pertemanan biasa. Chicha yang berinisiatif untuk mengutarakan perasaannya lebih dulu kepada Fany. Merasa di dalam hatinya pun telah bersemi rasa yang sama, Fany tak kuasa menolak. Satu setengah tahun melalui perjalanan yang cukup mulus, Chicha dan Fany pun merasa sudah saatnya untuk membawa hubungan mereka ke tingkat yang lebih serius. Atas izin dan restu dari kedua pihak keluarga, keduanya pun mulai mempersiapkan pernikahan.

Meski berasal dari kultur budaya yang berbeda, Fany keturunan Minang sedangkan Chicha memiliki darah Jawa, keduanya sama sekali tidak bermasalah dalam menetapkan konsep pernikahan. Bahkan kedua orang tua Chicha pun berpikiran cukup terbuka dan memberi dukungan untuk menggelar pernikahan sesuai tradisi budaya Fany, Minang. 

Akan tetapi di tengah persiapan yang sebenarnya berjalan cukup lancar, kabar kurang sedap datang dari desainer undangan yang tiba-tiba mengundurkan diri dengan alasan ditugaskan ke luar negeri. Ditambah vendor katering yang salah mem-booking tanggal pernikahan Fany dan Chicha, sehingga keduanya pun harus mencari vendor katering yang lain. Puji syukur, keduanya segera mendapat vendor katering dan desainer undangan pengganti yang diinginkan.

Tema warna adat Sumatera identik dengan maroon dan gold. Bagi Chicha maupun Fany paduan kedua warna tersebut sudah sempurna mencerminkan keeleganan, dan mereka tak mau menggantinya dengan warna lain. Selaras dengan tema warna yang sangat tradisional, prosesi adat pun tidak ditinggalkan. Meski hanya satu prosesi yang dijalani, yaitu malewakan gala marapulai atau memberikan atau mengumumkan gelar pengantin pria.


BACK
TO TOP